Jumat, 26 Februari 2010

SIAPA SALAH

Hampir tiada hari tanpa berantem.
Itulah yang terjadi di rumah kami. Athaya (10) dan Adnan (6) biasanya mengakiri permainannya dengan berantem. Salah satu pasti ada yang nangis. Bahkan bisa jadi dua-duanya nangis. Padahal tadinya bermain bareng. Nonton TV bareng. Belajar bareng. Latihan karate bareng. Yang sering terjadi kakaknya mengajari adiknya. Lalu bercanda. Lalu saling mengusili. Lalu saling tonjok. Lalu nangis bareng.

Dan semua berakhir, jika ayahnya atau ibunya marah. Biasanya lalu kakaknya menyalahkan adiknya. Adiknya yang gak mau disalahin mengatakan bahwa kakaklah yang mulai usil. Demikian juga sebaliknya.

Satu bentakan keras akan mengakhiri perdebatan itu. Lalu meluncur nasihat. Lalu saling salaman minta maaf.

Dan esoknya terjadi lagi. Hampir tiada hari tanpa berantem.

Demikian juga dengan yang terjadi kemarin. Athaya dan Adnan sedang belajar. Ditemani Ibunya. Tiba-tiba Adnan yang duduk di lantai jatuh terlentang. Kepalanya terbentur lantai. Karena tersenggol kaki kakaknya. Ibupun marah. Karena kakaknya usil menyebabkan terjatuhnya adik. Adiknya nangis di pangkuan ibunya. Saking sakitnya, tangisannya cukup keras. Sehingga membuat Ibunya naik darah. Kakak pun dimarahi. Athaya membela diri, bahwa dia tidak usil. Adnan justru yang menyilangkan kakinya.

Ibu tak percaya. Adnan makin keras menangis di pangkuannya.
Ibu menegur Athaya habis-habisan. Athayapun masuk ke kamar. Adnan nangis makin keras.

Sayapun gatel untuk mengomentari,
”Makanya kalau becanda jangan keterlaluan.”

Karena Adnan nangis, Ibu mungkin terpancing emosinya untuk menyalahkan Athaya. Masalahnya Athaya gak mau disalahkan.

”Ibu.....” panggil Adnan.
”Ibu jangan gitu....” kata Adnan di sela-sela tangisnya.
Ibu dan aku gak ngerti.
”Ibu jangan nyalahin mBak Athaya.”
Saya terdiam. Ibunya juga.
”Adnan yang salah. Duduk di depan pintu.” kata Adnan lagi.
”Jangan marahi mBak Athaya. Dia gak salah.”

O.... ternyata, di sela-sela kesakitannya, Adnan masih sadar siapa yang salah dan siapa yang benar. Rasa sakit dan pembelaan Ibu tak membuatnya menyembunyikan kebenaran.
Dia tidak serta-merta menikmati posisinya sebagai orang yang dibela ibunya –dan juga saya- sebagai pemegang otoritas di rumah. Padahal kalau mau dia bisa melanjutkan sandiwaranya dan menikmati penderitaan kakaknya habis-habisan dimarahi ayah dan ibunya.

”O gitu, ya....” kata Ibu. Lalu saya dengar Athaya mendekati ibunya.
Dan Ibupun memeluknya sambil minta maaf telah menumpahkan semua kesalahan kepada Athaya.

Tangis Adnanpun reda.

Cikarang Baru, 9 Robi’ul Awal 1431/24 Februari 2010

Rabu, 17 Februari 2010

Sekolah Tinggi atau Penghasilan Tinggi?

Anak saya mau masuk SMK. Demikian berita yang saya dengar langsung dari anak saya saat liburan semester yang baru lalu. Sekarang ini dia sudah kelas 9.

Saya senang mendengarnya. Terbayang anak saya tiga tahun ke depan akan memiliki ketrampilan yang cukup untuk hidup mandiri. Setelah mandiri, terserah dia mau kuliah sambil berwirausaha atau full berkarir dari kemandiriannya itu dengan dibantu oleh beberapa karyawannya.

Berita ini didengar oleh tetangga dan keluarga lainnya.
Tanggapannya macam-macam. Namun kebanyakan menyayangkan keputusan anak saya itu. Bahkan ada yang mengompori istri saya, agar dia memberi pencerahan kepada anak saya sehingga batal masuk SMK. Katanya kalau masuk SMK, nanti susah masuk perguruan tinggi jenjang strata satu. Paling-paling politeknik. Katanya lagi, kalau masuk SMA masa depannya cerah karena bisa kuliah kemana saja yang dia inginkan. Tentu saja tetap diharapkan bisa masuk jurusan favorit yang nanti bisa siap bekerja di tempat basah dengan gaji gede. Demikian kurang lebih alasan keberatannya.

Hari Ahad sepulang shalat Isya’ saya ngobrol dengan seorang teman yang sekarang sukses jadi pengusaha. Seperti biasa kami ngobrol masalah anak-anak kami yang seusia.
Lalu dia menanyakan tentang anak saya. Saya ceritakan masalah niat anak saya masuk SMK itu.

Tampaknya dia senang mendengarnya.
”Saya juga lulusan SMK, Pak...” katanya. Lalu saya sampaikan tanggapan pesimistik di atas.

Jawabnya, ”Lulusan SMK memang digaji rendah di pabrik. Sedikit di atas anak-anak lulusan SMA bahkan banyak yang disamakan saja dengan lulusan SMA.”

Saya mengangguk-angguk mengiyakan. Teringat dulu waktu kerja di pabrik. Anak buah saya yang lulusan SMK gajinya sama saja dengan yang lulusan SMA meskipun mereka lebih trampil.


"Tapi gak papa, kerja di pabrik perlu, biar tau bagaimana memasuki dunia kerja." katanya.

”Demikian juga lulusan politeknik dan sejenisnya. Meskipun kalau kerja di pabrik gaji dan jabatannya di bawah anak-anak yang lulusan S-1.” lanjutnya.

Saya juga mengamini. Tergambar semua pengalaman kerja di pabrik jaman baheula.

”Makanya lulusan SMK maupun politeknik, gak betah kerja di pabrik. Hampir semua teman kuliah saya dulu, sekarang sudah mandiri sebagai pengusaha. Rata-rata mereka kerja gak sampai 10 tahun di pabrik. Karena digaji kecil, sementara kita merasa punya ketrampilan. Ngapain kerja ikut orang berlama-lama.”

Tiunggggg! .......... Inilah motivasi yang saya tunggu-tunggu.
Karena dianggap rendah secara akademik, maka digaji rendah.
Karena digaji rendah, maka mendingan resign dan bikin bisnis sendiri.
Alhamdulillah sekarang bisa menggaji banyak karyawan, beberapa diantaranya sarjana lulusan perguruan tinggi favorit.

Dalam hati saya berteriak: ”SMK memang BISA!”

Cikarang Baru, 2 Rabiul Awal 1431/17 Februari 2010.

Selasa, 09 Februari 2010

KASIH SAYANG

Kasih sayang adalah salah satu ajaran Islam. Tanpa gembar-gembor kasih sayang sudah melekat dalam Islam.
Allah sendiri memiliki nama-nama di antaranya Arrahman (Yang Maha Pengasih) dan Arrahim (Yang Maha Penyayang). Setiap melaksanakan amal baik kita selalu melafalkan Bismillahirrohmaanirrahiim. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Maka sebagai muslim pantas saja jika kita berusaha keras manjadi manusia yang menebarkan kasih sayang kepada sesama manusia. Menebakan rahmat bagi semesta alam.

Kasih sayang diwujudkan dalam berbagai bentuk: Kasih sayang kepada Allah, kepada sesama manusia, dan kepada lingkungan alam semesta.

Dalam tulisan ini saya akan menulis sedikit tentang kasih sayang sesama manusia, diantaranya:

1. Mengasihi dan menghormati orang tua.
Ayah dan Ibu kita berjasa sangat besar kepada kita. Sejak di dalam kandungan hingga kita bisa mandiri secara akidah, akhlah dan finansial adalah atas pengorbanan orang tua kita. Seorang bisa menjadi manusia soleh solihah, menjadi pejabat publik, tokoh masyarakat, menjadi profesional, atau pengusaha sukses adalah karena sentuhan kasih sayang orang tua. Mereka telah berkorban dengan susah payah membiayai sekolah kita. Menyemangati dan mendoakan kita. Pantaslah mereka mendapatkan kasih sayang kita.

2. Mengasihi dan menyayangi kakak dan adik kita.
Sebagai saudara kakak-beradik tentu memiliki ikatan yang sangat dekat. Jika kita bisa berbaik hati dan menyayangi teman-teman, maka selayaknya kita bisa lakukan hal yang sama kepada kakak-adik kita. Bahkan lebih baik lagi.

3. Menyayangi tetangga kita.
Tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita secara fisik. Bisa saja kita memiliki saudara kandung yang baik dan penuh perhatian. Tetapi karena mereka jauh dari tempat tinggal kita, maka tetangga adalah orang yang pertama datang menolong kita jika kita mendapatkan musibah. Maka wajar jika Rasulullah menekankan pentingnya berbuat baik kepada tetangga.

"Tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhir orang yang tidur nyenyak sedangkan tetangganya kelaparan."

4. Mengasihi suami, istri dan anak-anak. 
Kasih sayang suami kepada istri dan sebaliknya istri kepada suami telah dijanjikan Allah jika kita mengikuti ajaran-Nya. Melalui lembaga pernikahan, Islam mengatur hubungan suami istri dengan kasih sayang sehingga tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa ramah. Keluarga yang memberi ketenangan hidup, penuh cinta dan kasih sayang. Dari keluarga yang demikian akan lahir generasi penerus yang sholeh dan sholihah.

Anak soleh dan solihah adalah investasi sangat berharga bagi para orang tua. Karena merekalah nanti yang akan mendoakan kita para orang tua saat kita meninggal nanti. Saat di mana amalan terputus kecuali 3 hal yaitu ilmu kita yang bermanfaat, amal jariah dan anak soleh yang senantiasa mendoakan kita.

5. Mengasihi anak yatim dan dhuafa.
Di dalam harta kita ada sebagian hak kaum duafa. Islam mengajarkan sedekah sebagai pensucian dari harta kita. Sekaligus bentuk kepedulian kepada para dhuafa. Demikian juga dengan penyantunan kapada yatim piatu.
"Aku dan anak yatim seperti ini di surga" demikian kata Rasulullah sambil merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Tanda dekatnya Rasulullah dengan anak yatim.

O betapa indahnya kasih sayang yang diajarkan oleh Islam. Semua kasih sayang murni, dan dibanjiri dengan kebaikan dan keberkahan. Tak hanya di dunia, tapi sampai imbalan surga.

Jangan kotori ajaran kasih sayang Islam dengan ajaran kasih sayang lainnya. Say no to Valentine day yang sempit dan justru menebarkan kemaksiatan, menuai dosa dan kehinaan.

Salam Kasih Sayang

Cikarang Baru, 24 Shafar 1431H/9 Februari 2010
Catatan ini saya tulis sebagai wujud kasih sayang saya kepada sesama muslim.