Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 Januari 2010

JEJAK

Saat belajar kepanduan kita pernah diajarkan membaca jejak beberapa binatang buas. Tujuannya kalau menemukan jejak kaki binatang buas itu, kita bisa mengukur sedang berada di mana kita. Berarti jalan yang kita lalui pernah dilewati binatang buas itu. Berarti kita harus lebih waspada.

Dalam film-film detektif kita juga sering melihat bagaimana sang detektif melacak jejak penjahat di TKP. Hendel dan grendel pintu dicek, sisi meja di cek, gelas di cek untuk mendapatkan jejak yang berupa sidik jari.

Kini jejak tak cuma dapat ditangkap melalui bekas telapak kaki, atau sidik jari saja.

Bahkan jejak bisa berupa rekaman suara, rekaman gambar, link-link elektronik yang terekam oleh mesin pencari mbah Google.

Iseng-iseng saya memasukkan nama saya dalam mesin pencarinya mbah Google.

Ternyata banyak sekali saya telah meninggalkan jejak di dunia maya. Mulai dari tulisan saya sendiri dalam beberapa blog pribadi, tulisan di milis 4-5 tahun yang lalu, komentar saya atas beberapa tulisan di blog milik teman, sampai tulisan teman yang ‘ngrasani’ saya dengan menyebut-nyebut nama saya di blognya.

Semua terekam rapih. Jumlahnya lebih banyak daripada yang saya duga!

Terbayang…. seandainya saya sudah mengenal internet sejak puluhan tahun yang lalu, betapa lebih banyak lagi jejak yang saya tebarkan baik secara sadar maupun tanpa kesadaran.

Terbayang ….. Kalau kebaikan yang saya tulis lalu terbaca oleh orang lain dan membuat si pembaca itu melakukan kebaikan, saya pasti mendapatkan pahala dari Allah.

Lalu, jika ternyata yang saya tulis adalah keburukan, kemaksiatan, siasat licik, makar kotor, lalu dibaca orang dan pembacanya terinspirasi untuk melakukan keburukan serupa, betapa berlipatgandanya dosa yang telah saya lakukan.

Memang seingat saya, saya tidak pernah menulis tentang keburukan, kemaksiatan dan sejenisnya. Tapi rasanya pastilah ada saja pembaca yang tersakiti hatinya, karena pemilihan topic dan kata-kata saya yang tak tepat. Jika demikian saya hanya bisa mohon ampun kepada Allah, meskipun saya tak bisa lagi mencabut semua catatan ‘amal’ buruk saya di dunia maya itu.

“Track Record” saya sudah tercatat oleh kecanggihan teknologi informasi ini.

Belakangan ini lalu muncul facebook. Sebagian besar kita mencatatkan semua aktifitas kita di dalamnya. Foto-foto jadulpun bermunculan dicatatkan di dalamnya. Kalau foto yang dicetak di atas kertas foto bisa hancur, di sini foto-foto kita menjadi lebih terjaga.

Kalau teknologi informasi buatan manusia saja bisa mencatat jejak keberadaan saya dan sepak terjangnya dengan teliti, apatah lagi Allah sang pencipta manusia si pencipta teknologi informasi itu.

Meskipun saya tidak memposting tulisan atau meng-upload foto kegiatan di situs dan blog saya, secara otomatis semua aktifitas saya tercatat rapi dalam mega server yang dioperasikan dan dijaga oleh malaikat pencatat yang setia menjadi sekretaris saya dimanapun saya berada.

Demikian pula dengan Anda.

Dengan memahami hal ini, rasanya kita maklum jika suatu masa di alam lain nanti kita melihat jejak rekam semua kegiatan kita. Bayangkan sekretaris kita tinggal ‘mengetik’ nama kita dalam ‘search engine’ lalu muncul semua aktifitas kita sejak kita lahir sampai kita mati.

O, batapa senangnya ketika sang mesin pencari hanya memunculkan posting dan upload kebaikan saja. Atau minimal kebaikannya lebih banyak dari pada keburukannya.

Sayup-sayup terdengar dalam hatiku lantunan surat Al Muthaffifin:

….. kalla inna kitabal abroori lafii illiyiin…

Cikarang Baru, 22 Muharram 1431H/8 Januari 2010.

Kamis, 12 November 2009

KONTRAKAN

Memang gak enak jadi orang kontrakan. Rumah ngontrak. Setiap tahun pindah rumah. Karena rumah lama biasanya kalau diperpanjang kontraknya nilai kontraknya naik. Maka setiap tahun harus berburu rumah kontrakan yang lebih murah atau minimal sama dengan yang lama. Baru jalan 6 bulan, sudah kepikiran untuk ngumpulin uang lagi. Karena waktu jatuh tempo 6 bulan ke depan bakal terasa cepat sekali datangnya.

Sudah rumah ngontrak, status kepegawaiannya juga sebagai karyawan kontrak pula. Maunya sih disyukuri saja. Biarpun kontrak, ini lebih baik daripada nganggur. Pada awal-awal kerja pasti senang sekali. Kerja penuh semangat. Setelah waktu berjalan, masa kontrak tinggal 2-3 bulan lagi, kerja sudah nggak konsentrasi. Tiap hari hunting mencari majikan baru yang mau mempekerjakan dirinya. Syukur kalau langsung dapat begitu masa kontrak habis. Kalau tidak, akan jadi pengangguran lagi untuk sementara waktu.

Betapa tidak nyamannya menjadi orang kontrakan demikian. Maka wajar saja jika banyak orang pengen punya rumah sendiri. Maka wajar saja jika setiap karyawan pengen diangkat menjadi karyawan tetap dengan segala fasilitasnya.

Tapi bagaimanapun tak nyamannya, masih ada sisi positifnya. Cepat atau lambat cita-cita itu bakal terwujud. Paling tidak, selesai kontrakan rumah pertama pindah ke rumah kontrakan berikutnya. Selesai kontrak dari majikan pertama pindah ke majikan berikutnya. Dan suatu saat akan memiliki rumah sendiri dan menjadi karyawan tetap.

Maka jangan bersedih para kontraktor, karena ada yang lebih 'tak enak' daripada itu. Dan itu dialami oleh setiap orang. Ya, setiap kita adalah orang kontrakan. Meskipun sudah punya rumah sendiri. Meskipun sudah jadi karyawan tetap. Kita adalah orang kontrakan….. Kontrak hidup di dunia. Kita tinggal di dunia ini dibatasi waktu tertentu. Kalau orang kontrakan di atas, mereka tahu kapan masa kontraknya habis, maka tidak demikian dengan kontrak hidup kita. Tak ada yang tahu kapan masa kontrak kita habis.

Ya, tak ada yang tahu!

Meskipun demikian semua orang sadar, bahwa masa kontrak kita suatu saat pasti habis. Kalau orang kontrakan di atas, begitu masa kontrak rumahnya habis dia bisa pindah kontrak rumah lain. Dia sudah merencanakan dengan matang termasuk menabung uang sewa. Tapi tidak demikian dengan kontrak hidup kita. Sekali masa kontraknya habis, tak bisa diperpanjang. Merencanakan cicilan ‘tabungan’ pun tak bisa diatur dengan satuan waktu sedemikian sehingga saat habis kontrak terkumpul jumlah tertentu yang kita inginkan. Karena kita tak tahu kapan masa jatuh temponya.

Jadi bersyukurlah orang kontrakan, karena masih ada jenis kontrakan lain yang lebih tak menentu.

Maka pantaslah dalam ketidakmenentuan itu, Rasulullah bersabda bahwa orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematiannya –yaitu habisnya masa kontrak hidupnya di dunia. Dengan selalu mengingat habisnya masa kontrak yang bisa datang tiba-tiba, maka si cerdas ini akan memanfaatkan waktunya seefisien dan seefektif mungkin untuk menuai berlimpah ruahnya rahmat, keberkahan dan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga setelah masa kontraknya habis, dia akan diangkat menjadi ‘karyawan tetap’ di surga. Lengkap dengan rumah mewahnya.

Cikarang Baru, 12 November 2009

Renungan 44 tahun menjalani masa kontrakku di dunia. Entah berapa tahun lagi Allah memberi kesempatan aku tinggal di sini. Semoga Allah memberi kita semua kecerdasan.