Wah apa lagi nih? Sopir angkot berantem dengan imam masjid? Gak, lah....
Mereka hubungannya masih baik-baik saja, kok. Lalu apa, dong....
Begini ceritanya:
Kalau Anda sering shalat berjamaah di masjid, pasti sering mendengar aba-aba Imam sebelum shalat dimulai. "Shafuu, shufufakum." Rapat dan luruskan shaf. Demikian kurang lebih maknanya. Shaf adalah barisan dalam shalat berjamaah. Ada Imam yang mengatakan demikian, lalu segera melakukan takbiratul ikhram. Artinya sang Imam hanya basa-basi memerintah jamaahnya untuk merapikan shaf. Tak perduli perintahnya dilaksanakan atau tidak, sang Imampun langsung takbir.
Kalau Anda pernah jadi imam dan memberikan aba-aba yang sama, tapi lebih serius, maka Anda akan menyaksikan betapa banyak jamaah yang tak peduli dengan aba-aba ini. Hanya beberapa orang yang bergerak merapatkan barisan. Sebagian besar cuek-cuek saja. Meskipun imam mengatakan bahwa rapat dan lurusnya barisan adalah salah satu keutamaan dalam shalat berjamaah.
Saya -sesekali menjadi imam- juga mengalami hal ini. Dicuekin makmum.
Kadang-kadang saya berfikir, barangkali perlu ketegasan. Misalnya, jika jamaah cuek, shalat tak dimulai. Jamaah harus rapih dulu, baru shalat dimulai. Tapi saya masih belum berani melawan 'arus'. Karena banyak juga imam-imam lain yang cuek aja. Aba-abanya digubris atau tidak, langsung tancap takbiratul ikhram. Bahkan banyak juga yang tanpa memberi peringatan ini. Bahkan ada juga yang tak peduli barisan sudah siap atau belum.
Bandingkan dengan ketika naik angkot. Sopir bilang "empat enam-empat enam". Maksudnya empat penumpang di kiri dan enam penumpang di kanan. Maka penumpang menurut saja. Karena kalau tidak mau, angkot gak bakalan berangkat.
Ketika naik angkot jurusan Cikarang - Bekasi, saya menyaksikan betapa penumpang patuh diatur duduknya oleh kenek -sang wakil sopir angkot. Rapet sekali, bahkan empet-empetan. Kalau ada penumpang yang tak mau empet-empetan duduknya, berarti angkot gak bakalan berangkat. Atau dia harus bayar dua kursi. Total penumpang harus 27 orang, kalau tidak gak bakalan berangkat.
Aneh, semua penumpang nurut. Padahal mereka duduk empet-empetan itu gak gratis. Mereka bayar, tapi mau saja diatur-atur. Sementara di masjid, kita shalat gratis, diatur-atur gak mau. Padahal kata Rasulullah, kalau shaf tidak rapat bisa diisi oleh syetan yang akan mengganggu kekhusyukan sholat. Atau kalau shaf terputus, maka sebagian jamaah yang terputus itu tak mendapatkan pahala shalat berjamaah.
Jadi ternyata kita lebih patuh kepada sopir angkot -bahkan kepada keneknya- daripada kepada Imam masjid.
Apa perlu shalat harus bayar, dan Imam tidak akan memulai shalat kalau shaf belum rapat dan lurus?
Kalau Anda tersinggung dengan ide ini, maka setelah membaca tulisan ini: Ikuti instruksi imam masjid. Rapatkan dan luruskan shaf shalat Anda saat melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
Cikarang Baru, 30 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar