Selasa, 19 Januari 2010
HANDPHONE
Senin, 18 Januari 2010
BAHASA
Sabtu, 16 Januari 2010
MENDADAK
Tadi pagi seusai shalat subuh, di masjid diumumkan bahwa seorang teman kami, orang tua kami, guru kami, imam masjid kami telah berpulang ke rahmatullah jam 2 dini hari.
Pengumuman seseorang meninggal dunia adalah hal biasa, karena setiap orang pasti meninggal dunia. Tapi ketika mengenal siapa yang meninggal dunia, sering kita terhenyak kaget. Apalagi jika tidak didahului dengan sakit serius. Demikian juga yang saya dan beberapa teman jamaah masjid rasakan pagi ini. Kami kaget, seperti tak percaya. “Masak sih, kemarin masih jadi imam shalat maghrib?” Sebuah pernyataan ketidakpercayaan meskipun tak berarti menganggap ini berita bohong. Karena kami telah diajari bahwa setiap yang berjiwa pasti mengalami kematian.
Tapi secara akal manusia, memang banyak yang menganggap kematian ini sangat mendadak. Terbayang, sholat Jum’at masih menjadi imam, mahgrib juga demikian. Isya shalat juga di masjid meski jadi makmum. Lalu jam dua belas malam di bawa ke klinik terdekat, kemudian jam setengah dua meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit yang lebih besar.
Sering kita mendengar dalam pengajian bahwa kematian itu pasti datang. Dan Allah telah memberi tanda-tandanya. Sebagaimana kepada Nabi Daud, berupa rambut yang berubah memutih. Setiap umur kita bertambah itu adalah perjalanan pasti menuju kematian. Setiap mata yang semakin lamur, itu adalah tanda-tanda usia semakin udzur. Ketika badan semakin ringkih, itu adalah pertanda kita harus semakin paham kemana arah kehidupan kita. Ketika kekuatan tubuh semakin berkurang, tanda-tandanya masa kontrak hidup kita di dunia ini juga semakin berkurang.
Tapi rasanya berita itu tetap seperti mendadak!
Pantas saja ketika Rasulullah yang sangat-sangat dekat dihati para sahabat diumumkan meninggal dunia, ada saja para sahabat mulia yang tak mempercayainya. Seakan kehidupan yang indah ini, kalau boleh kita nikmatilah selama-lamanya. Seakan kebersamaan dengan Rasulullah mulia itu tak boleh dihentikan oleh waktu. Seakan semangat jihad ini tak semestinya dihentikan oleh kematian.
Ya, semangat hidup sering membuat kita lupa akan datangnya kematian. Meskipun tanda-tandanya hadir di dalam jasad kita, maunya besok kita masih hidup. Meskipun tanda-tanda di sekitar kita berupa anak-anak yang semakin beranjak dewasa telah hadir di pelupuk mata, seakan masih saja kita merasa bakal hidup terus sampai beberapa tahun ke depan.
Ya, semangat hidup memjadikan kita terlena dengan kematian yang bisa jadi sudah dekat disekitar kita. Jadi kematian itu bukan mendadak datangnya. Hanya diri kita saja yang tak siap menyongsongnya.
Jika demikian halnya, sebaiknyalah kita bersiaga. Ayo… bersiap siagalah!
Cikarang Baru, 30 Muharram 1431/16 Januari 2010
Jumat, 08 Januari 2010
JEJAK
Bahkan jejak bisa berupa rekaman suara, rekaman gambar, link-link elektronik yang terekam oleh mesin pencari mbah Google.
Ternyata banyak sekali saya telah meninggalkan jejak di dunia maya. Mulai dari tulisan saya sendiri dalam beberapa blog pribadi, tulisan di milis 4-5 tahun yang lalu, komentar saya atas beberapa tulisan di blog milik teman, sampai tulisan teman yang ‘ngrasani’ saya dengan menyebut-nyebut nama saya di blognya.
Meskipun saya tidak memposting tulisan atau meng-upload foto kegiatan di situs dan blog saya, secara otomatis semua aktifitas saya tercatat rapi dalam mega server yang dioperasikan dan dijaga oleh malaikat pencatat yang setia menjadi sekretaris saya dimanapun saya berada.
Demikian pula dengan Anda.
Dengan memahami hal ini, rasanya kita maklum jika suatu masa di alam lain nanti kita melihat jejak rekam semua kegiatan kita. Bayangkan sekretaris kita tinggal ‘mengetik’ nama kita dalam ‘search engine’ lalu muncul semua aktifitas kita sejak kita lahir sampai kita mati.
O, batapa senangnya ketika sang mesin pencari hanya memunculkan posting dan upload kebaikan saja. Atau minimal kebaikannya lebih banyak dari pada keburukannya.
Sayup-sayup terdengar dalam hatiku lantunan
….. kalla inna kitabal abroori lafii illiyiin…
Cikarang Baru, 22 Muharram 1431H/8 Januari 2010.
Minggu, 03 Januari 2010
Lapang Hati
Acaranya mengkhatamkan Al Quran, tausiyah dan dilanjutkan qiyamullail, shalat subuh dan kuliah subuh. Acara yang penuh isi dan pahala Allah, insya Allah, sangat sayang kalau dilewatkan.
Malam ini, 31 Desember 2009, setelah khotmul Quran, tausiyah diisi oleh Ustadz Syarifuddin Jatnika, Lc. Beliau menyampaikan materi tentang kelapangan hati yang bisa mendatangkan kebahagiaan.
Dan kelapangan hati itu dapat terjadi karena beberapa hal.
1. Tauhid – kekentalan tauhid kita kepada Allah akan melapangkan hati. Aqidah yang kuat akan keesaan Allah, kemahakuasaan Allah, akan melapangkan hati. Sebaliknya kesyirikan menyempitkan hati. Ketika menghadapi masalah kembalilah kepada Allah, maka hati akan tentram. ‘Ala bidzikrillahi tatmainnul quluub. Bukan mencari jalan lain yang berujung mempersekutukan Allah.
Lurusnya motivasi juga menyebabkan hati tentram. Allahu ghayatuna. Allah tujuan kami. Bukan harta, jabatan dan kedudukan. Bukan kesuksesan dunia tapi kesuksesan akhirat. Orang mukmin dikatakan menang dan sukses ketika kakinya menginjakkan kakinya di surga.
2. Ilmu yang bermanfaat – Buah ilmu adalah amal. Jika ilmu tak dibarengi amal maka ilmu itu tak bermanfaat. Amal itu bisa oleh diri sendiri ataupunn oleh orang lain yang mendengar dan membaca ilmu yang kita sampaikan.
Ilmu itu mendahului perkataan dan perbuatan. Bukan sebaliknya. Berkata dan bebuat tanpa ilmu. Karena Allah akan meminta pertanggungjawaban kita.
Ilmu itu sedikitnya akan bermanfaat. Dan pada banyaknya akan meningkatkan derajat pemilik dan pengamalnya.
3. Amal Sholeh – penuhi hidup kita di dunia ini dengan amal sholeh. Perbuatan baik yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain. Jangan banyak menyia-nyiakan waktu. Karena kita tak pernah tahu berapa jatah waktu yang diberikan Allah kepada masing-masing orang.
Menurut Al Qarni, istirahatnya orang mukmin itu adalah di surga. Jadi selama di dunia tak ada waktu untuk istirahat. Terus bergerak, berkarya dan beribadah.
Rasulullah menjadikan shalatnya sebagai istirahat. Artinya tak ada waktu yang sia-sia. Kecuali nikmat tidur yang memang diberikan Allah kepada kita. Dan digunakan secukupnya saja sehingga dapat merekoveri energi untuk aktifitas dan ibadah selanjutnya.
4. Jauhi maksiyat – Setiap maksiyat akan menghasilkan titik hitam di hati kita. Semakin banyak bermaksiyat, semakin banyak titik-titik hitam mengotori hati kita. Jika dilakukan terus menerus, maka semakin lama hati kita menjadi berkarat. Hati yang berkarat menyebabkan hilangnya sensitivitas atas sinyal-sinyal dari Allah. Hati menjadi sulit tersentuh dengan firman-firman Allah. Ancaman tak menyebabkan hati dan mata menangis. Berita gembira tak bakal menggerakkan hati, mulut dan anggota badan untuk segera berbuat memenuhi panggilan-Nya.
Sebaliknya, dengan menjauhi maksiyat hati menjadi sensitive terhadap panggilan dan teguran Allah. Hati menjadi mudah dan lapang menerima iradah Allah. Maka semua yang diterimanya menjadi syukur dan sabar saja adanya. Itulah kebahagiaan itu.
Referensi:
Ibnu Qayyim Al Jauziah dalam buku La Tahzan karya Syeikh Aid al Qarni.
Mega Mendung, 16 Muharram 1431/1 Januari 2010. Jam 10:51