Itu bahasa kerennya. Padahal intinya di pesta ini tak disediakan kursi. Lumayan penyelenggara tidak perlu menyewa ratusan kursi. Tapi sebaliknya disediakan banyak makanan. Biasanya ada sepuluhan booth makanan di dalam ruangan pesta itu.
Saya paling males kalau diundang dalam pesta yang gak pakai kursi ini.
Tadinya saya pikir, ini penyelenggara pelit amat ya gak nyewain kursi untuk tamu. Padahal kalau kita bertamu ke rumah teman biasanya yang pertama dipersilakan untuk kita adalah duduk.
“Silakan duduk, Bu/Pak/Mas/Mbak….” Ini adalah ungkapan yang pertama ketika kita menerima tamu. Setelah tamu duduk, kita berbasa-basi lalu suguhanpun datang.
Lha ini…. Tamu gak dipersilakan duduk. Kalau datang terlambatpun, banyak yang langsung njujug ke booth-booth makanan. Setelah perut kenyang sehabis makan berdiri sambil jalan-jalan serta ngobrol sana-sini, baru deh pamit ke yang punya hajat.
Yang menerima tamu gak sopan, tamunya juga gak sopan.
Demikianlah pikirku.
Lalu aku melihat sekeliling. Terlihat mewahnya ruangan dan dekorasi, serta booth makanan di seluruh sudut dan sisi ruangan. Ini pasti biayanya tidak sedikit. Jadi pasti si penyelenggara pesta bukan sedang pelit atau mengirit biaya sehingga tidak menyewa kursi untuk tamunya. Kemudian saya tahu, ini namanya pesta berdiri. It’s standing party.
Jadi pantes saja gak pake kursi.
Saya awalnya ikut-ikutan juga makan sambil berdiri. Sambil ngobrol pula dengan kenalan. Tapi baru
Alhamdulillah, ternyata ada juga beberapa puluh kursi disediakan. Kebanyakan yang duduk adalah kakek nenek serta ibu-ibu yang menyuapi anaknya. Dan beberapa orang kampungan seperti saya. Maka sayapun duduk bersama orang-orang kampungan itu.
Alhamdulillah, makanan dipiring jadi enak lagi. Begitu habis saya bangkit mencari somay atau bakso atau kambing guling atau es puter atau soto ayam atau pempek atau tek wan atau lontong sate atau coto makassar. Wah, pokoknya kalau perut kuat, bisa jadi semua dicoba. Dan saya memang melihat banyak orang yang aktif terbang kesana kemari mencicipi semua makanan itu. Makanya tidak heran jika di beberapa tempat banyak makanan tersisa di piring yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Ya, maklum memang banyak tamu yang cuma nyicipin, jadi porsinya kebanyakan.
Sambil menikmati makanan saya teringat pada nasihatku pada anak-anakku. Bahwa Rasulullah mengajarkan makan minum sambil duduk. Bukan berdiri. Ketika melihat anak-anak makan sambil berdiri, kami biasanya mengingatkan “Laa yasrobanna ahadukum qo-ima.” Demikian kurang lebih peringatan Rasulullah SAW. Karena sudah sering kami ucapkan, anak-anak langsung paham dan duduk meneruskan makannya.
Dulu waktu saya sekolah SD juga diajarkan demikian. Dan saya yakin tak kurang dari 80 persen dari tamu yang sedang makan sambil berdiri itu dulu juga diajarkan hal yang sama baik di rumah maupun di sekolah. Dan bahkan saat ini di rumah mereka juga sedang mengajarkan hal yang sama kepada anak-anaknya.
Apakah ajaran ini hanya untuk anak-anak? Lalu saat dewasa boleh ditinggalkan demi pergaulan? Saya bertanya dalam hati sambil menikmati makananku.
Entahlah….. Tapi iya, juga sih, ….. buktinya saya jadi gak gaul sama teman-teman saya gara-gara saya makan sambil duduk seperti ini.
…. Makananpun habis, saya bersyukur atas rizki makan minum yang diberikan Allah kepada saya, melalui teman yang mengundang saya di acara ini.
Alhamdulillahilladzi ath’amana wa saqaana wa ja’alana minal muslimin….
Cikarang Baru, 15 Dzulqa’dah 1430H/2 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar