Sabtu, 07 Mei 2011

What does Briptu Norman do?

Ini dari ruang kelas bahasa Inggris di EMC = English + Mathematics Club. Topiknya tentang profesi.


What does he do? atau What do you do? adalah cara menanyakan pekerjaan atau profesi seseorang. Semua muridku sudah tahu itu (kecuali yang agak bolot :D).

Ketika kutanyakan What does Bambang Pamungkas do? mereka bisa menjawab dengan benar. Football player! Lalu, karena Briptu Norman sedang ngetop, maka aku tanyakan What does Briptu Norman do? Ternyata dari 10 orang di kelas hanya 1 orang yang menjawab police. Yang lain menjawab singer atau dancer atau keduanya-duanya singer and dancer.

Wow... saya kaget dan geli. Ternyata meskipun dia manggung pakai seragam Brimob, anak-anak masih tak paham kalau dia sebenarnya polisi. Bukan penyanyi apalagi penari. Rupanya berita gencar di televisi telah mencuci otak anak-anak, sehingga polisi yang bernyanyi disebut sebagai penyanyi. Apalagi si Briptu pernah hampir setiap hari dalam seminggu, tiga kali dalam sehari tampil di infotainmen bersama para selebriti lainnya.

Media telah berhasil membentuk opini publik. Dalam hal ini anak-anak. Bahwa seorang polisi dari Gorontalo yang lucu dan lugu itu kini adalah seorang penyanyi dan penari papan atas bersama para artis top lainnya. Saya yakin media tidak bermaksud demikian, tapi konsumen media adalah semua golongan, semua umur dan semua lapisan masyarakat. Dan mereka mempunyai persepsi masing-masing setelah menikmati sebuah sajian media.

Karena peran strategis inilah maka media sering dijadikan alat oleh politikus, LSM, ormas dan tentu pemilik media itu untuk membentuk opini publik. Kebohongan yang disampaikan berkali-kali sebagai kebenaran akan menjadi kebenaran di kepala publik. Sebaliknya kebenaran jika disajikan berkali-kali sebagai kejahatan akan menjadi kejahatan dalam persepsi publik. Sungguh dahsyat dan ampuh senjata yang bernama media ini.

The man behind the gun. Ini menjadi sangat penting. Media sebagai fungsi kontrol, penyedia informasi yang obyektif dan akurat ataupun mengemban fungsi hiburan dan pendidikan tergantung dari siapa di balik media itu. Dan ini menjadi barang langka di wolak-walike zaman sekarang ini. Madu seharusnya obat dan minuman yang menyegarkan dan menyehatkan. Racun adalah zat yang membawa kematian. Tapi oleh media madu bisa menjadi racun. Dan racun bisa manis bak madu.

Kembali ke who is Briptu Norman? Kemarin saya telah menyalahkan jawaban murid-muridku. Saya bilang dia bukan seleb. Dia polisi. Polisi harus bekerja menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban kehidupan masyarakat. Selebriti bekerja menghibur orang. Hura-hura di panggung, itu biasa. Gaul dan glamour, itu juga biasa. Sesekali terjerumus skandal. Narkoba atau selingkuh. --Meskipun ada banyak juga yang lurus-lurus saja. Setelah ngomong demikian, eh .... ternyata di internet beredar foto-foto orang mirip Briptu Norman sedang ciuman dengan perempuan. Dan ini menjadi berita heboh.

Polisi lugu dari ujung Sulawesi bagian utara ini ternyata kini telah jadi selebriti. Berita positif dan negatif tentang dia cepat menjadi headline news.

Jadi,... sejak ini saya tidak akan lagi membuat pertanyaan What does Briptu Norman do?  Kasihan kalau murid-muridku bingung mau menjawab apa. Jangankan mereka, sayapun bingung apa pekerjaan dia sekarang.

Cikarang Baru, 7 Mei 2011

Senin, 02 Mei 2011

Gaji Umar Bakri Tak Lagi Dikebiri

Masih ingat lagu Umar Bakri yang dinyanyikan Iwan Fals pada awal-awal kemunculannya, sekitar 30 tahun yang lalu? Dalam refrainnya Iwan Fals bernyanyi:

Umar Bakri... Umar Bakri
Pegawai Negeri
Tapi mengapa gaji guru  Umar Bakri
Seperti dikebiri.

Lagu ini masih menarik karena dinyanyikan dengan syair jenaka dan gaya bernyanyi khas Iwan Fals yang pas dan satiris. Pagi ini saya mendengarnya diputar di sebuah radio swasta di Bekasi..... beberapa saat kemudian saya baru ngeh ternyata hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional.

Mungkin radio memutar lagu ini karena dalam lagu ini ada Umar Bakri yang berprofesi sebagai guru. Dan tema guru cocok dengan hari ini. Tapi kalau mendengar keseluruhan syair lagu ini, tentu sudah tak sesuai lagi dengan kondidi guru sekarang. Guru sekarang sudah makmur. Terutama yang pegawai negeri. Kondisinya berubah seratus delapan puluh derajat dibandingkan 30 tahun yang lalu.

Bahkan 13 tahun yang lalu, guru swasta masih lebih baik nasibnya dari pada guru PNS. Kini kebalikannya. Gaji guru PNS sekarang bisa 2 kali lebih tinggi daripada gaji guru swasta. Belum lagi ditambah tunjangan sertifikasi guru yang terkesan menganakemaskan guru PNS daripada guru swasta. Kalau di Jakarta, ada lagi tambahan penghasilan dari pemerintah provinsi.

Melihat kenyataan ini, saya sangat mensyukurinya. Guru sudah dihargai jauh lebih baik daripada sekian puluh tahun yang lalu. Tak ada lagi guru naik sepeda kumbang kayak Umar Bakri. Itu sudah selayaknya. Dari guru kita bisa mengenal huruf, kata, kalimat dan merangkai kalimat demi kalimat menjadi cerita. Dari guru kita mengenal angka, berhitung dan mengoperasikannya menjadi nilai-nilai transaksi bisnis. Dari guru kita mengenal budi pekerti, budaya, hak dan kewajiban sehingga kita bisa bermasyarakat dengan baik di lingkungan kita. Dari guru kita dituntun menjadi orang mandiri.

Kalau dulu ada guru kaya karena memungut pungli dari orang tua murid, kini guru kaya karena hak sah yang diterimanya dari gaji, tunjangan fungsional, dan sertifikasi. Kalau masih ada yang menjual bangku, mengkomersilkan RSBI, SBI, SSN dan lain-lain, itu hanya riak ketamakan yang selayaknya disingkirkan. Guru yang mensyukuri kondisinya dengan terus menjaga diri dari penyimpangan masih banyak. Dan jangan sampai ini dikotori oleh guru tamak yang tak puas-puasnya memperkaya diri.

Di hari Pendidikan Nasional ini saya bersyukur atas nasib para guru –terutama yang PNS- zaman ini. Mereka pantas mendapatkannya. Apa yang diperoleh sekarang adalah buah dari sekian puluh tahun mereka bersakit-sakit memintarkan puluhan ribu anak didiknya, dengan hidup sederhana bahkan tak jarang berkekurangan. Kini semua sudah berubah dan patut disyukuri.

Kalau ada yang masih luput dari perhatian pemerintah adalah nasib guru swasta. Meskipun sudah ada sertifikasi bagi guru swasta, tapi itu diberikan setelah guru PNS mendapatkannya. Jadi guru swasta selalu ditempatkan pada nomor kesekian.

Selain itu, PR berikutnya adalah perhatian pemerintah pada nasib murid dari orang tua yang tak berkemampuan lebih. Kualitas sekolah yang semakin bagus, dengan guru-guru tersertifikasi ternyata memunculkan biaya-biaya yang tinggi yang sulit dipahami bagi orang tua. Para orang tua masih menganggap bahwa sekolah negeri harus lebih murah daripada sekolah swasta. Ternyata zaman telah berubah, adanya label-label SSN, RSBI, SBI telah menjadikan sekolah murah hanya ada pada zaman dulu. Guru yang bergaji baik, ternyata hanya untuk murid-murid dari orang tua-orang tua kaya.

Jadi, kini tak hanya gaji guru PNS yang lebih tinggi dari pada gaji guru swasta, uang masuk sekolah negeri pun sudah ada yang jauh lebih tinggi daripada uang masuk sekolah swasta.

+++

Membaca facebook teman-teman yang berprofesi guru, tahun ini banyak keluhan tidak cairnya tunjangan sertifikasi. Padahal tahun lalu mereka menerimanya. Dan itu hak mereka sebagai guru bersertifikasi. Meskipun mereka sudah tak miskin lagi, bahkan sudah layak dibilang kaya, saya kasihan juga membacanya.

.....Lagu Umar Bakri kembali terngiang. Tapi syairnya harus diganti:

Umar Bakri... Umar Bakri
Pegawai Negeri
Tapi mengapa uang sertifikasi Umar Bakri
Seperti dikebiri.
  
Cikarang Baru, 2 Mei 2011