Jumat, 02 April 2010

Sedih dan Gembira

Banjir sudah surut. Alhamdulillah. Saya gembira menyaksikannya. Warga korban banjir juga gembira. Karena mulai bisa masuk rumah lagi. Rumah yang selama 10 hari ’dipinjam’ oleh air dari Sungai Citarum.

Ada gembira ada sedih. Gembira ketika bisa kembali ke rumah. Tapi sedih juga ketika menyaksikan banyak harta benda rusak setelah 10 hari di peluk sang air. Ada pula tembok rumah yang jebol.

”Semoga ada rizki untuk memperbaiki yang rusak.” kata si pemilik rumah. Sayapun mendoakan kesabaran selalu ada dalam jiwanya dan Allah segera mengganti hartanya yang rusak dengan yang lebih baik.

Ada sedih ada gembira. Seorang Ustadz sedih rumahnya tenggelam, tapi dia gembira bisa melayani masyarakatnya menyalurkan bantuan dari berbagai komunitas. Kesedihan kini terbenam dalam kepuasannya berkhitmat kepada masyarakatnya.

Ada gembira ada sedih. Demikian juga dengan teman-teman yang selama ini setiap hari menggalang dan mengirimkan bantuan. Gembira karena banjir sudah surut. Warga bisa kembali hidup normal. Tapi sedih juga. Karena kesempatan berbagi menyenangkan orang yang ditimpa musibah telah usai. Kesempatan menabung kebaikan sudah ditutup Allah.

Ada gembira ada sedih. Gembira menggembirakan orang di pengungsian. Sedih, kemana lagi harus berbagi.

Yang paling sedih ada pula. Yaitu orang-orang yang belum sempat mengulurkan bantuan ketika tetangganya tertimpa musibah. Yang berbagi bergembira melihat orang senang. Lalu mencatatkan amal soleh di sisi-Nya. Yang terlambat berbagi bersedih gigit jari. Menyesal kenapa tak bersegera bertindak ketika mendengar berita musibah. Padahal di kantong ada beberapa ribu sisa belanja.

Maka saya faham kenapa ada perintah fastabiqul khoirot. Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Maka saya faham ketika seorang teman bersegera menyalurkan bantuan ketika ada donatur memberikan dana lima juta rupiah.

”Besok aja gimana?” kata saya melalui fasilitas chatting di internet. Karena di depan rumah saya terlihat langit gelap pertanda bakal turun hujan lebat.
”Saya sudah belanja, Pak. Semua sudah siap di mobil.” katanya. Diapun berangkat bersegera menyelesaikan amanah yang diembannya.

Benar saja, dua jam kemudian semua barang di mobilnya sudah berpindah tangan. Di lokasi banjir, matahari terik terang benderang.

Tentu dia sangat gembira menyelesaikan amanah dengan baik. Demikian juga dengan penerima bantuan. Saya juga gembira karena saran saya tadi tak digubrisnya.

Ada sedih ada gembira. Ayo benamkan kesedihan dengan kegembiraan ber-fastabiqul khoirot.

Cikarang Baru, 2 April 2010 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar