Senin, 18 Januari 2010

BAHASA


Waktu SD kita belajar sebuah peribahasa “Bahasa menunjukkan bangsa”. Maknanya dari cara kita berbudibahasa dapat diketahui bagaimana karakter kita sebagai bangsa. Bahasa juga sebuah produk budaya suatu komunitas masyarakat. Maka kualitas bahasa itu menunjukkan tinggi rendahnya budaya komunitas tersebut.

Melalui bahasa kita bisa berkomunikasi satu sama lain. Baik lisan maupun tulisan.
Jika bertatap muka kita menggunakan bahasa lisan, jika jarak jauh menggunakan bahasa tulisan. Lalu dengan perkembangan teknologi, muncullah telepon yang dapat mentransfer gelombang suara kita sehingga komunikasi lisan bisa menjangkau jarak ribuan kilometer.

Tapi kini, semakin peliknya hubungan masyarakat, semakin banyak lagi alat komunikasi. Bahasa tulisan dan bahasa lisan tak cukup. Telephon, handphone, SMS dan email tidak cukup. Lalu ada bahasa tubuh. Senyum, kerlingan mata, anggukan badan. Itupun masih kurang. ….. Sehingga muncullah bahasa uang!

Anehnya secanggih dan sesopan apapun bahasa kita, masalah belum bakal dimengerti sebelum dibantu dengan bahasa uang. Bahasa uang sudah mengalahkan bahasa Internasional.

“Ya, kalau gak pakai uang, mana mau rakyat memilih saya.” Demikian kata seorang politikus.

“Kalau gak ‘menanam’ orang dalam, barang kita gak bakalan bisa masuk.” Kata seorang supplier. Meskipun bahasanya menanam berbau ilmu pertaninan, tapi maksudnya jelas yaitu memberi komisi.

“Agar barang kita bisa dipakai terus, kita harus “maintain” Pak Anu.” Kata supplier yang takut diputus kontraknya.

“Ini bukan suap, Pak. Ini profit sharing dari jatah komisi penjualan saya bulan ini.” Demikian kata seorang sales sambil menyodorkan amplop.

 “Kalau gak ada pelurunya, emang saya tanda tangan sambil menyanyikan lagi Padamu Negeri?” kata seorang pejabat, saat saya harus mengurus impor barang. Kalau yang gak tahu bahwa ini bahasa uang, pasti bingung. Ada peluru yang biasa dibawa-bawa tentara dan penjahat. Ada pula lagu Padamu Negeri, yang kalau kita nyanyikan dengan penghayatan bisa membangkitkan rasa nasionalisme tersendiri.

“Ini resikonya besar, Mas. Jadi saya harus menghadap berbagai jajaran agar bisa memperkecil resiko.” Kata seorang pejabat kepabeanan ketika forwarder mau memasukkan barang dengan nilai undervalue.

Kalau pembaca bisa menangkap makna kalimat di atas berarti pembaca sudah paham bahasa uang.
Baiklah, bagi yang belum paham, mari kita buka kamus bahasa uang:

Menanam = memberi komisi kepada orang dalam sehingga dia tidak obyektif lagi terhadap kualitas produk supplier.

Maintain = memelihara orang dalam agar tidak lupa sama suppliernya dan tak bisa berpaling ke lain supplier.

Profit sharing = pembagian keuntungan. Karena si pejabat memberi order, si sales tahu diri membagi komisi penjualan yang diterima dari kantornya. Tapi jangan lupa, si pejabat lain kali harus tahu diri juga membagi ordernya kepada si sales.

Amplop = aslinya sih tempat surat, tapi di era email dan SMS fungsinya berubah jadi tempat menyelipkan uang. Jangan coba-coba memberi amplop kosong.

Peluru = bekal untuk menyogok.

Menyogok = memberi uang pelicin agar urusan gampang selesai. Jadi jangan pakai kayu, nanti dikira ngajak berantem.

Padamu Negeri = … ini nama lagu. Di dalamnya ada syairnya yang berisi pengabdian dan pengorbanan jiwa raga. Jadi si pejabat emoh gak dapat apa-apa.

Menghadap = artinya memang menghadap kepada atasan, kolega dan lain-lain, tapi agar dipahami maksudnya, harus disisipkan beberapa lembar uang yang asli dan masih laku di pasaran.

Belakangan dengan bahasa uang banyak kejadian aneh di Indonesia. Seperti anggota dewan membocorkan hasil rapat kepada calon kontraktor biar menang tender. Jaksa main mata sama terperkara. Jaksa telpon-telponan mesra sama koruptor. Pengacara berhonor milyaran mati-matian membela koruptor trilyunan. Makelar membuat scenario bagaimana kasus sebaiknya diatur. Dan yang paling anyar, narapidana tinggal di kamar berfasilitas hotel (bukan hotel prodeo) plus karaoke dan perawatan kecantikan.

Ini semua sukses bisa terjadi karena menggunakan bahasa uang. Bukan bahasa Inggris, Arab, Jepang atau bahasa Indonesia. Meskipun demikian saya tetap berdoa lembaga kursus bahasa Inggris saya tetap laku. Karena masih banyak orang-orang tua yang masih ngotot membekali anak-anaknya dengan ilmu yang lurus. Agar selamat dan sukses dunia akhirat.

Cikarang Baru, 2 Shafar 1431/18 Januari 2010

Choirul Asyhar
Owner Muslimart

Tidak ada komentar:

Posting Komentar